Jalan-Jalan Malam Ke House of Sampoerna

Setelah sempat tertunda karena kecapekan bersepeda akhirnya pada hari Jum’at kemarin aku dan seorang teman mulai mewujudkan keinginan lama kami. Keinginan yang sebut saja impian kami yaitu mengunjungi berbagai tempat juga kota. Bukan sekedar untuk mengunjungi tapi juga untuk membagi pengalaman kami dalam sebuah diary atau catatan perjalanan. Darah muda yang sempat membara bersama angan-angan untuk bisa mengekplor berbagai tempat dan kota di Indonesia yang pada akhirnya membeku seiring kesibukan dan berbagai alasan yang “mengada-ada.”

Semua orang tahu negara kita sangat kaya dengan berbagai tempat yang mempesona, tempat yang selama ini hanya bisa kami lihat di blog, majalah juga televisi. Tak ingin terlalu muluk karena ternyata alasan tak juga semakin sedikit tapi justru semakin banyak, kami memutuskan untuk mulai membuat mimpi kami menjadi kenyataan dengan mengunjungi tempat-tempat yang ada di Surabaya, kota kami. Berangkat setelah magrib dengan mengendarai sepeda motor kami menuju tempat yang tak boleh dilewatkan jika berkunjung ke Surabaya, setelah sebelumnya menjenguk mama teman yang dirawat di rumah sakit di daerah Perak.

Tempat yang kami jadikan tujuan pertama petualangan kami adalah House of Sampoerna (HOS). Hampir sepuluh tahun tinggal di Surabaya aku baru dua kali ini kesana. Pertama ketika masih kuliah dan yang kedua jum’at kemarin bersama teman yang meskipun tercatat sebagai warga Surabaya tapi belum pernah ke HOS sebelumnya alias kemarin adalah pengalaman pertamanya. Disambut oleh satpam yang ramah kami langsung menuju area parkir, gratis. Masuk museum, juga gratis, kami menyium aroma tembakau yang sangat kuat. Foto-foto lama sang pendiri dan sebuah kolam ikan bundar menyambut di depan pintu begitu kami masuk.

Ada sebuah cerita lucu dari sang teman, tadinya aku juga nggak percaya, ketika melihat-lihat ikan-ikan mas koki gendut yang asyik berenang sang teman mengalami sedikit tragedi. Ikan-ikan berwarna merah putih itu tampak lucu, mulutnya mangap-mangap ke permukaan membuat kepalanya yang bulat kelihatan menggemaskan. Sang teman yang ternyata juga gemes melihat si ikan bermaksud menggoda. Didekatkannya wajahnya ke arah salah satu ikan yang sedang mecucu, bukan itu saja dia kemudian meniupkan angin ke arah si ikan. Entah kaget atau si ikan nggak terima dihina dengan sekali gerakan dia mengibaskan ekornya dan membuat wajah sang teman basah oleh cipratan air. Bukan hanya tuan rumah yang harus sopan kurasa, tamu pun harus sopan.

Beberapa saat tertawa, kami melanjutkan melihat-lihat seluruh foto yang dipajang di dinding.  Melihat area HOS jaman dulu, para pekerja perempuan yang masih menggunakan pakaian tradisional, kebaya, dan tentunya foto sang pendiri bersama keluarganya kami seolah dibawa ke sebuah masa yang “sejuk.” Naik ke lantai dua, kami tak diperbolehkan mengambil foto disini, dimana tiga buah buku tebal menarik perhatianku. Buku tentang sejarah Surabaya yang dibagi dalam tiga edisi itu begitu “wow.” Aku bahkan sempat bilang pada sang teman andai kami berada seperti di film-film dimana tiba-tiba kami pingsan dan begitu kami sadar kami berada di sebuah masa seratus tahun yang lalu betapa menyenangkannya.

Bukan hanya suasana Surabaya pada puluhan bahkan ratusan tahun lalu yang menarik tapi kisah-kisah babad Surabaya yang tidak bisa begitu saja dilewatkan. Masa-masa dimana bangsa kita masih dalam jajahan, masa dimana warga terjerat dalam candu dalam arti yang sebenarnya. Menurut buku itu pada masa itu candu memang dilegalkan, sengaja digunakan sebagai alat merusak mental bangsa oleh kaum penjajah, Belanda waktu itu. Ada juga cerita tentang pelacuran yang dilokalisasi bahkan dibuatkan peraturan bersama kisah para perempuan yang dijadikan nyai oleh kompeni dilengkapi foto-foto, hitam putih tentunya.

Sayang sekali kami tidak membawa kamera dan aku hanya membawa handphone kameraku yang lumayan “burek” sehingga malam itu tak bisa mengambil foto-foto bagus untuk bisa dibagi. Satu lagi yang kurang lengkap dari kunjungan kami adalah kami tidak bisa ikut tour Surabaya Heritage Track dikarenakan kami datang pada malam hari. Tour ke beberapa lokasi di Surabaya hanya dilakukan mulai pagi sampai sore dan yang menyenangkan ini juga gratis. Meski lokasi-lokasi yang akan dilewati bus tour ini bukan tempat baru bagiku juga teman tapi akan sangat berbeda karena kami bisa mendapatkan informasi tentang sejarah keberadaan tempat atau bangunan-bangunan di Surabaya itu dari tour guide yang selalu siap membagi pengetahuannya.

Puas berkeliling kami pun memutuskan pulang. Oh iya HOS juga menyediakan café lho, untuk yang satu ini nggak gratis. Di lantai dua bangunan ini juga ada tempat penjualan souvenir bagi yang berniat membelikan oleh-oleh untuk keluarga dan teman. Akhirnya aku dan sang teman melanjutkan perjalanan kami dengan berkeliling Surabaya wilayah utara yang terasa lebih menyenangkan pada malam hari karena nggak perlu takut kepanasan. Sebelum pulang kami berhenti di depan pasar Karangmenjangan, kami pun memesan martabak dan memakannya di pinggir jalan sambil menikmati lalu lalang kendaraan. Kapan lagi bisa seperti ini di Surabaya kalau bukan pada malam hari. Cuaca yang selalu panas tak memungkinkan bagi kami untuk bisa menikmati hal sesederhana ini di siang hari.

Selanjutnya tentu kami ingin melanjutkan acara keliling-keliling Surabaya kami. Belum bisa dipastikan kapan dan kemana tujuannya, yang pasti tak ingin terus mengendapkan mimpi yang juga berusaha kuwujudkan sendiri tanpa sang teman karena aku “lebih punya kesempatan” dari padanya. Buat temanku, Toe, kapanpun kamu bisa kamu tahu dimana harus mencariku. You are not no one girl, don’t lose your faith.

***

7 thoughts on “Jalan-Jalan Malam Ke House of Sampoerna

  1. heeee.. aku kan sopan, bermaksud menyapa dan bermain.. si ikan nya aja sensi, macak pamer kibasan ekor.
    eh lek ada yg ketinggalan, pas kita muter2 dulu (g sengaja,soale rodo nyasar) sblm nyampe HOS, ngelewatin bangunan2 tua peninggalan belanda yg sdh berubah fungsi.. keren,nakutin,excited..campur aduk!

    next destination..!!!!!

    Like

Leave a comment