“KAPAN KAMU NIKAH?”

“Pokoknya tahun ini kamu harus nikah!”

Suara mama terdengar bergetar ketika mengatakannya, membuat Tantri terkejut seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Entah kenapa beliau terlihat begitu kecewa. Mama yang biasanya begitu sabar dan lembut tiba-tiba saja berubah.  Mama yang meski tidak suka dengan kebiasaan Tantri, kelakuannya, tak pernah sekalipun menunjukkan kekesalannya. Kalau cuma masalah ngomel sih biasa dan kurasa semua mama hampir sama. Jadilah mama dan kamu akan menjadi pengomel nomor satu di dunia, bercanda.

Perubahan diri mama memang tidak terlepas dari beberapa kejadian akhir-akhir ini. Mama baru saja menerima undangan pesta pernikahan anak teman papa di kantor yang umurnya jauh di bawah Tantri. Ditambah lagi kemarin mama baru saja menjenguk sepupu Tantri, Dara, yang baru saja melahirkan. Dara yang sebaya dengan Tantri telah melahirkan anak kedua yang berjenis kelamin perempuan. Mama mungkin malu, mama mungkin harus kecewa karena anak perempuan yang ditunggu-tunggunya untuk memberikan cucu tak kunjung menunjukkan tanda-tanda untuk meninggalkan masa lajangnya, bahkan sepertinya begitu menikmati kesendiriannya.

Tahun 2010 ini dirasa Tantri cukup berat. Pekerjaan yang jalan di tempat membuatnya diserang rasa bosan yang sudah sampai pada taraf akut. Setiap pagi harus berjuang melawan rasa malas demi memasuki sebuah gedung yang dia sebut kantornya selama tiga tahun terakhir ini. Masalah gaji dia tidak mengeluh, setidaknya dia harus bersyukur karena bisa mencukupi kebutuhannya sendiri juga membantu keluarganya. Beban kerja, mau bilang apa? Dia sadar semua pekerjaan pasti ada resikonya, ada kelebihan dan kekurangannya. Tapi apa yang dikatakan mamanya barusan inilah yang membuat hidupnya terasa semakin berat.

Mama Tantri mungkin tidak jauh beda dengan mama-mama lainnya yang mulai gusar, cemas, takut dan kemudian mendesak anak perempuan mereka yang usianya sudah melewati seperempat abad untuk segera menikah. Bukan sekali dua kali Tantri menerima pernyataan dan pertanyaan bernada sama, “kapan menikah?” atau “sudah nikah apa belum?” bahkan “sudah punya anak atau belum?” Pertanyaan yang sangat tidak ingin Tantri dengar saat ini. Pertanyaan yang membuat Tantri malas menghadiri pesta pernikahan, pertemuan keluarga juga pesta ulang tahun. Tapi kenapa harus mama? Jika orang lain yang bicara mungkin Tantri tidak akan sebingung ini, cukup senyuman atau berkelakar saja tapi pada mama? Dia benar-benar tidak tahu harus bicara apa. Apalagi mama tidak lagi bertanya, meminta tapi sudah mengancam.

Tantri bukan gadis tak normal meski dia juga tidak yakin seperti apa yang disebut normal itu. Dia tahu betul yang seperti itu pasti akan dilewatinya, entah kapan. Tidak ada keinginan untuk menunda meski dia juga tidak punya alasan yang kuat untuk terburu-buru. Bagi Tantri pertanyaan mengenai kapan akan menikah sama dengan menanyakan pada seseorang  kapan dia akan mati. Yup, tidak ada yang tahu jawabannya karena semua rahasia yang kuasa. Meski gaun sudah dirancang, gedung sudah dipesan, mempelai sudah dipamerkan, siapa yang tahu kalau pasangan yang mereka miliki saat ini adalah jodohnya. Tantri baru mendengar berita di televisi tentang sepasang suami istri kejatuhan roket di rumahnya. Siapa yang menyangka di rumah yang begitu tenang ketika mereka sedang istirahat tiba-tiba ada roket nyasar?

Saat ini Tantri mungkin belum tahu, belum berani bilang siapa jodohnya, siapa pemilik tulang rusuk yang hilang tapi dia yakin dia pasti kembali ke asalnya, kembali ke dada dimana dia pernah diambil, itupun kalau waktu masih mengijinkannya untuk bertemu pasangannya di dunia. Apa yang seperti ini begitu sulit untuk dimengerti? Atau dia ikuti saja anjuran temannya yang bilang, “mau aja kalau dijodohkan” tapi apakah segampang itu? Menikah bisa menjauhkan dari hal-hal buruk, mungkin tapi jika menikah hanya karena sebuah kewajiban, rasa takut, malu atau bahkan paksaan masihkah bisa menjauhkan dari hal-hal buruk? Ikhlas mungkin kuncinya dan keikhlasan yang Tantri pilih adalah keikhlasan untuk menanti pasangan hidupnya.

Tak ingin menyalahkan mama yang sudah dengan sabar membesarkannya karena telah mengatakan sesuatu yang dia tidak ingin dengar dari seorang mama tapi tak juga ingin menikah hanya untuk menyenangkan wanita yang selama ini telah bersedia menerimanya apa adanya. Jangan tanya kapan Tantri akan menikah sebelum kamu tahu kapan kamu akan mati. Jangan paksa Tantri menikah karena itu sama saja dengan memaksanya mati, mematikan hatinya.

8 thoughts on ““KAPAN KAMU NIKAH?”

Leave a comment